Perancangan Struktur Jembatan
STRUKTUR
PERENCANAAN JEMBATAN
·
Pengertian
Jembatan
Jembatan merupakan struktur yang dibuat untuk
menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Jembatan dibangun untuk
penyeberangan pejalan kaki, kendaraan atau kereta api di atas halangan.Jembatan
juga merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat yang sangat vital
dalam aliran perjalanan (traffic flows). Jembatan sering menjadi komponen kritis dari suatu ruas
jalan, karena sebagai penentu beban maksimum kendaraan yang melewati ruas jalan
tersebut.
1. Syarat-syarat dan bentuk jembatanPerencanaan konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa ahli menentukan syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan sebagai berikut :
1. Letaknya dipilih sedemikian rupa dari lebar pengaliran agar bentang bersih jembatan tidak terlalu panjang.
2. Kondisi dan parameter tanah dari lapisan tanah dasar hendaknya memungkinkan perencanaan struktur pondasi lebih efesien.
3. Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar profil saluran di daerah jembatan dapat teratur dan panjang.
Dari syarat-syarat tersebut di atas dijelaskan bahwa pemilihan penepatan jembatan merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan konstruksi jembatan yang baik, namun demikian ada juga aspek-aspek yang lain tetap menjadi bagian yang penting, seperti:
Perhitungan konstruksi; Sisi ekonomis; Estetika jembatan; Dampak terhadap lingkungan sekitar; dan Kegunaan dari jembatan.
2. Peraturan-peraturan legal dalam perencanaan jembatan
1. SNI 03-1725-1989, Pedoman perencanaan
pembebanan jembatan jalan raya.
2. SNI 2838:2008, Standar
perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan.
3. SNI 03-2850-1992, Tata
cara pemasangan utilitas di jalan.
4. RSNI T-02-2005, Standar
pembebanan untuk jembatan.
5. RSNI T-03-2005, Standar
perencanaan struktur baja untuk jembatan.
6. RSNI T-12-2004, Standar
perencanaan struktur beton untuk jembatan.
7. Pd-T-13-2004-B, Pedoman
penempatan utilitas pada daerah milik jalan.
8. Surat Edaran Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 12/SE/M/2010 tentang peta gempa 2010.
3. Bagian-bagian dari konstruksi jembatan
4. Bentuk-bentuk jembatan
a. Jembatan kayu
Jembatan kayu gelondongan adalah
jembatan yang terjadi karena ada pohon yang tumbang dan secara kebetulan
memotong suatu sungai sehingga dapat digunakan sebagai jembatan, tetapi dapat
juga dengan sengaja direncanakan membangun jembatan yang terbuat dari kaya
gelondongan. Bahan kayu gelondongan yang bisanya digunakan berupa:
·
kayu bulat dari batang kayu yang lurus,
·
batang kelapa,
·
batang pinang,
·
bambu.
Batang kelapa banyak digunakan didaerah
pedesaan karena mudahnya memperoleh bahan pohon kelapa, kekuatan yang besar,
relatif lurus, dan bisa mencapai panjang 30 meter. Batang kelapa juga digunakan
sebagai bahan untuk membangun jembatan darurat bila jembatan yang ada mengalami
kerusakan. Jembatan kayu gelondongan ini hanya sesuai untuk jembatan dengan
bentangan yang pendek. Sedang jembatan bambu biasanya digunakan untuk jembatan
kecil, dan untuk bentang yang pendek, namun untuk meningkatkan kekuatan dapat dibuat
dengan mengadopsi struktur rangka baja.
Berdasarkan letak lantai yang digunakanan untuk lalu lintas kendaraannya serta bentuk busur, maka beberapa bentuk jenis yang umum dipakai, yaitu :
1. Deck Arch, merupakan salah satu jenis/bentuk jembatan busur dimana letak lantainya menopang beban lalu lintas secara langsung dan berada pada bagian paling atas busur, yang mengambil bentuk seperti konsep awalnya.
2. Through Arch, merupakan jenis jembatan busur yang lain dimana letak lantainya berada tepat di springline busurnya, jembatan seperti ini biasanya dibangun dengan menggunakan bahan baja,
3. A Half – Through Arch, Salah satu jenis jembatan busur dimana lantainya kendaraannya berada di antara springline dan bagian busur jembatan, atau berada di tengah-tengah. Jembatan seperti ini biasanya digunakan untuk bentang yang panjang.
b. Jembatan busur
Jembatan busur merupakan jembatan yang sudah dikenal
zaman romawi yang dibangun dengan susunan batu yang diatur sedemikian sehinga
beban lalu lintas maupun jembatan itu sendiri yang dipikul pada jembatan
didistribusikan dengan baik pada kedua sisi abatemen jembatan, untuk jembatan
yang panjang digunakan lebih dari dua busur. Konsep ini kemudian dikembangkan
pada pembangunan jembatan modern dengan menggunakan rangka baja ataupun dari
beton. Jembatan seperti ini banyak digunakan di Indonesia, baik pada jembatan
jalan, maupun pada jembatan kereta api.
c. Jembatan kerangka
Merupakan jembatan yang konsepnya hampir
sama dengan jembatan lengkung disebut juga sebagai truss bridge.
Pembuatan jembatan kerangka yaitu dengan menyusun tiang-tiang jembatan
membentuk kisi-kisi agar setiap tiang hanya menampung sebagian berat struktur
jembatan tersebut. Membutuhkan biaya yang lebih murah untuk membangun jembatan
jenis ini karena penggunaan bahan yang lebih efisien.
Pada gambar berikut ditunjukkan beberapa
jenis jembatan kerangka yang biasa digunakan:
d. Jembatan gantung
Jembatan gantung atau dikenal sebagai
Suspension Bridge merupakan digantungkan dengan menggunakan tali untuk jembatan
gantung yang sangat sederhana dan kabel baja pada jembatan gantung besar. Pada
jembatan gantung modern, kabel menggantung dari menara jembatan kemudian
melekat pada caisson (alat berbentuk peti terbalik yang digunakan untuk
menambatkan kabel di dalam air) atau cofferdam (ruangan di air yang dikeringkan
untuk pembangunan dasar jembatan). Caisson atau cofferdam akan ditanamkan jauh
ke dalam lantai danau atau sungai. Jembatan gantung terpanjang di dunia saat
ini adalah Jembatan Akashi Kaikyo di Jepang. Jembatan ini memiliki panjang
12.826 kaki (3.909 m).
Pada gambar berikut ditunjukkan konsep
jembatan gantung:
f. Jembatan kabel penahan
Seperti jembatan gantung, jembatan ini
ditahan oleh kabel disebut juga sebagai Cable-Stayed Bridge. Bedanya, selain
jumlah kabel yang dibutuhkan lebih sedikit, jembatan ini memiliki menara
penahan kabel yang lebih pendek daripada jembatan gantung. Jembatan
kabel-penahan terpanjang di dunia saat ini adalah Jembatan Sutong yang
melintasi Sungai Yangtze di China. Salah satu contoh jembatan kabel penahan di
Indonesia yaitu Jembatan Tenggarong yang runtuh pada bulan Nopember 2011
diakibatkan kesalah prosedur pada saat melakukan perawatan.
Jembatan Nasional Suramadu adalah
jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan Pulau Jawa (di Surabaya)
dan Pulau Madura (di Bangkalan, tepatnya timur Kamal), Indonesia. Dengan
panjang 5.438 m, jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di Indonesia saat
ini. Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian yaitu jalan layang (causeway),
jembatan penghubung (approach bridge) yang merupakan jembatan bentang, dan
jembatan utama (main bridge) yang merupakan jembatan kabel penahan.
g. Jembatan penyangga
Jembatan penyangga atau dikenal sebagai
cantilever bridge merupakan jembatan balok disangga oleh tiang penopang dikedua
pangkalnya, maka jembatan penyangga hanya ditopang di salah satu pangkalnya.
Jembatan penyangga biasanya digunakan untuk mengatasi masalah pembuatan
jembatan apabila keadaan tidak memungkinkan untuk menahan beban jembatan dari
bawah sewaktu proses pembuatan. Kelebihan jembatan jenis ini adalah tidak mudah
bergoyang. Tidak heran mengapa banyak jembatan rel kereta api menggunakan jenis
ini.
5. Beban-beban yang bekerja dalam perencanaa struktur jembatan
Dalam perencanaan struktur jemabatan secara umum, khususnya jembatan komposit, hal yang perlu sekali diperhatikan adalah masalah pembebanan yang akan bekerja pada struktur jembatan yang dibuat. Menurut pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR No 378/1987) dan PMJJR No 12/1970 membagi pembebanan jembatan dalam dua kelas, yaitu:
Kelas
|
Berat Beton
|
A
B
|
10
8
|
Table 2.1 Kelas tekan as gandar (PMJJR No.12/1970)
Ada beberapa macam pembebanan yang bekerja pada struktur jembatan, yaitu:
a. Beban Primer
Beban primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan, yang terdiri dari: beban mati, beban hidup, beban kejut dan gaya akibat tekanan tanah.
a. Beban mati
Beban mati adalah beban yang berasal dari berat jembatan itu sendiri yang ditinjau dan termaksud segala unsur tambahan tetap yang merupakan satu kesatuan dengan jembatan. Untuk menemukan besar seluruhnya ditentukan berdasarkan berat volume beban.
b. Beban hidup
Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan yang bergerak dan pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. Penggunaan beban hidup di atas jembatan yang harus ditinjau dalam dua macam beban yaitu beban “T” yang merupakan beban terpusat untuk lantai kendaraan dan beban “D” yang merupakan beban jalur untuk gelagar.
Gambar 2.1 beban “D”
Untuk perhitungan gelagar harus dipergunakan beban “D” atau beban jalur. Beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalulintas yang terdiri dari beban yang terbagi beban rata sebesar “q” ton/m panjang perjalur dan beban garis “p” ton perjalur lalulintas. Untuk menentukan beban “D” digunakan lebar jalan 5,5 m, maka jumlah jalur lalulintas sebagai berikut:
Table 2.2 jumlah jalur lalulintas
Lebar lantai kendaraan (m)
|
Jumlah jalur lalulintas
|
5,50 – 8,25 m
8,25 – 11,25 m
11,25 – 15,00 m
15,00 – 18,75 m
18,75 – 32,50 m
|
2
3
4
5
6
|
(PPPJJR No. 378/KPTS/1987)
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari 5,50 m makan beban “D” sepenuhnya (100%) dibebankan pada seluruh lebar jembatan dan kelebihan lebar jembatan dari 5,5 m mendapat separuh beban “D” (50%). Jalur lalulintas ini mempunyai lebar minimum 2,75 m dan lebar maksimum 3,75 m. Beban “T” adalah beban kendaraan Truck yang mempunyai beban roda 10 ton (10.000 Kg) dengan ukuran-ukuran serta kedudukan dalam meter, seperti tertera pada gambar 2.3 untuk perhitungan pada lantai kendaraan jembatan digunakan beban “T” yaitu merupakan beban pusat dari kendaraan truck dengan beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton.
Dimana beban garis P= 12 ton sedangkan beban q ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Q= 2,2 t/m untuk L<30 m
Q= 2,2t/m – (11/60)x(L-30) t/m untuk 30>L< …..[2-1]
Q= 1,1x(1+(30/L))t/m untuk L>60m
Dimana L adalah panjang bentangan gelagar utama (m) untuk menentukan beban hidup, beban terbagi rata (t/m/jalur) dan beban garis (t/jalur) dan perlu diperhatikan ketentuan bawah.
Beban terbagi merata = Q ton/meter………................[2-2]
2,75 m
Beban garis = Q ton ......................................[2-3]
2,75 m
Angka pembagi 2,75 meter diatas selalu tetap dan tidak tergantung pada lebar jalur lalulintas. Dalam perhitungan beban hidup tidak penuh, maka digunakan:
· Jembatan permanen= 100% beban “D” dan “T”.
· Jembatan semi permanen= 70% beban “D” dan “T”.
· Jembatan sementara= 50% “D” dan “T”.
Dengan menggunakan beban “D” untuk suatu jembatan berlaku ketentuan ini.
c. Beban kejutan/Sentuh
Beban kejut merupakan factor untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh getaran dan pengaruh dinamis lainnya. Koefesien kejut ditentukan dengan rumus:
K= 1+ ……………………………………………….[2-4]
Dimana: K= koefesien kejut
L= panjang/ bentang jembatan
b. Beban Sekunder
Beban sekunder adalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam penghitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan.
a. Beban Angin
Dalam perencanaan jembatan rangka batang, beban angin lateral diasumsikan terjadi pada dua bidang yaitu:
· Beban angin pada rangka utama.
Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin atas dan ikatan angin bawah.
· Beban angin pada bidang kendaraan
Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin bawah saja. Dalam perencanaan untuk jembatan terbuka, beban angin yang terjadi dipikul semua oleh ikatan angin bawah.
b. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat yaitu dengan perbedaan suhu.
· Bangunan Baja
1) Perbedaan suhu maksimum-minimum= 300C
2) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan= 150C
· Bangunan Beton
1) Perbedaan suhu maksimum-minimum= 150C
2) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan=100C
Dan juga tergantung pada koefisien muai panjang bahan yang dipakai misalnya:
· Baja ε =12x10-6/0C
· Beton ε =10x10-6/0C
· Kayu ε =5x10-6/0C
c. Gaya Rangkak dan Susut
Diambil senilai dengan gaya akibat turunnya suhu sebesar 150C
d. Gaya Rem dan Traksi
Pengaruh ini diperhitungkan dengan gaya rem sebesar 5% dari beban “D” tanpa koefisien kejut. Gaya re mini bekerja horizontal dalam arah jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 m dari permukaan lantai jembatan.
e. Gaya Akibat Gempa Bumi
Bekerja kea rah horizontal pada titik berat kontruksi.
KS = E x G ……………………………………………[1-5]
Dimana:
KS = koenfisien gaya horizontal (%)
G = beban mati (berat sendiri) dari kontruksi yang ditinjau.
E = koefisien gempa bumi ditentukan berdasarkan peta zona gempa dan biasanya diambil 100% dari berat kontruksi.
f. Gaya Gesekan Pada Tumpuan Bergerak
Ditinjau hanya beban mati (ton). Koefisien gesek karet dengan baja atau beton= 0,10 sampai dengan 0,15.
4.3 Beban Khusus
Beban khusus yaitu beban-beban yang khususnya bekerja atau berpengaruh terhadap suatu struktur jembatan. Misalnya: gaya sentirfugal, gaya gesekan pada tumpuan, beban selama pelaksanaan pekerjaan struktur jembatan, gaya akibat tumbukan benda-benda yang hanyut dibawa oleh aliran sungai.
a. Gaya sentrifugal
Konstruksi yang ada pada tikungan harus diperhitungkan gaya horizontal radial yang dianggap bekerja horizontal setinggi 1,80 m di atas lantai kendaraan dan dinyatakan dalam % terhadap beban “D” dengan rumus sebagai berikut:
……………………………………[2-6]
Dimana:
S= gaya sentrifugal (%) terhadap beban “D” tanpa factor kejut.
V= kecepatan rencana (km/jam).
R= jari-jari tikungan (m).
b. Gaya Gesekan pada Tumpuan
Gaya gesekkan ditinjau hanya timbul akibat beban mati (ton). Sedangkan besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesekan pada tumpuan yang bersangkutan dengan nilai:
· Tumpuan rol
o Dengan 1 atau 2 rol :0,01
o Dengan 3 atau lebih :0,05
· Tumpuan gesekan
o Antara tembaga dengan campuran tembaga keras =0,15
o Antara baja dengan baja atau baja tuang =0,25
c. Gaya Tumbukkan pada Jembatan Layang
Untuk memperhitungkan gaya akibat antara pier (bangunan penunjang jembatan diantara kedua kepala jembatan) dan kendaraan, dapat dipikul salah satu dan kedau gaya-gaya tumbukkan horizontal:
· Pada jurusan arah lalulintas sebesar………………..100 ton
· Pada jurusan tegak lurus arah lalulintas……………50 ton
d. Beban dan Gaya selama pelaksanaan
Gaya yang bekerja selama pelaksanaan harus ditinjau berdasarkan syarat-syarat pelaksanaan.
e. Gaya Akibat Aliran Air dan Benda-benda Hanyut
Tekanan aliran pada suatu pilar dapat dihitung dengan rumus:
P=KxV2………………………………………………....[2-7]
Dimana:
P= tekanan aliran air (t/m2)
V= Kecepatan aliran air (m/det)
K= koefisien yang bergantung pada bentuk pier
4.5 Kombinasi Pembebanan
Kontruksi jembatan beserta bagian-bagiannya harus ditinjau dari kombinasi pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat-sifat serta kemungkinan-kemungkinan pada setiap beban, tegangan yang digunakan dalam kekuatan pemeriksaan kontruksi yang bersangkutan dinaikkan terhadap tegangan yang diizinkan sesuai dengan elastis. Tegangan yang digunakan dinyatakan dalam proses terhadap tegangan yang diizinkan sesuai kobinasi pembebanan dan gaya pada table 2.3 berikut ini:
Kombinasi Pembebanan dan Gaya
|
Tegangan yang digunakan dlm proses terhadap tegangan izin keadaan elastis
|
I. M+(11+k)+Ta+Tu
II. M+Ta+Ah+Gg+A+SR+Tm
III. Kombinasi(1)+Rm+Gg+A+SR+Tm+S
IV. M+Gh+Tag+Gg+Ahg+Tu
V. M+PI
VI. M+(H+K)+Ta+S+Tb
|
100%
125%
140%
150%
130%
150%
|
(PPPJJR No 378/KPTS/1987)
Dimana:
A : beban angin
Ah : gaya akibat aliran dan hanyutan
Ahg : gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa
Gg : gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh : gaya horizontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) : beban hidup dengan kejut
M : beban mati
P1 : gaya-gaya pada waktu pelaksanaan
Rm : gaya rem
S : gaya sentrifugal
SR : gaya akibat perubahan suhu(selain susut dan rangkak)
Ta : gaya tekanan tanah
Tag : gaya tekanan tanah akibat gempa
Tb : gaya tumbukkan
Tu : gaya angkat (buoyancy)
Syavira Suci Ramadhita
17316261
3TA03
I Kadek Bagus Widana Putra
https://ftsp.gunadarma.ac.id/sipil
https://www.gunadarma.ac.id
Komentar
Posting Komentar